BAB I
PENDAHULUAN 
Latar Belakang 
Pengajaran agama di Indonesia memiliki 
riwayat yang sangat panjang untuk  dapat dimasukkan pengajaran dalam 
kurikulum disekolah-sekolah umum. khususnya agama Islam pada zaman 
penjajahan Belanda dilakukan secara tidak resmi dengan bertabliqh 
disekolah-sekolah umum di luar jam sekolah, kenyataannya perhatian 
murid-murid  sangat besar karena mereka sangat membutuhkan santapan 
rohani. Sesudah Indonesia merdeka pendidikan agama telah mulai diberikan
 disekolah-sekolah negeri.
Atas dasar tersebut berarti pengajaran 
agama tidak hanya dilakukan dilingkungan keluarga dan lembaga non formal
 lainnya tetapi juga, lambat laun mulai diakui disekolah formal seiring 
perubahan sistem pemerintahan Indonesia yang semakin mengukuhkan 
pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran wajib, bagi penganutnya. 
Pengajaran agama harus menyentuh segala 
lapisan umur dan lapisan masyarakat karena merupakan petunjuk untuk  
kehidupan dunia secara universal. Pengajaran agama Islam merupakan 
perintah dari Allah dan merupakan ibadah kepada-Nya.
QS. An Nahl : 125
Terjemahnya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu 
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara 
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang 
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui 
orang-orang yang mendapat petunjuk.
QS. Ar-Ra’d : 28
Terjemahnya:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan 
hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya 
dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Bagi orang-orang muslim diperlukan 
adanya pendidikan agama Islam, agar mengarahkan fitrah mereka ke arah 
yang benar, sehingga mereka akan dapat mengabdi dan beribadah sesuai 
dengan ajaran Islam. Tanpa adanya pendidikan agama dari satu generasi 
berikutnya, maka orang akan semakin jauh dari agama yang benar.
Rumusan Masalah 
- Bagaimana metode pengajaran agama pada anak balita
 - Bagaimana metode pengajaran agama pada anak-anak
 - Bagaimana metode pengajaran agama pada anak remaja
 - Bagaimana metode pengajaran agama dalam lingkungan keluarga
 - Bagaimana metode pengajaran agama dalam lingkungan masyarakat
 
BAB II
PEMBAHASAN
Metode Mengajarkan Agama Pada Anak (Balita)
Pendidikan agama sebenarnya telah 
dimulai sejak anak lahir bahkan sejak anak dalam kandungan. Anak usia 
balita atau 0-5 tahun belum termasuk usia sekolah. Dengan demikian ia 
lebih banyak bersama dan berinteraksi di lingkungan keluarga terutama 
orang tuanya. Maka orang tua adalah segala-galanya bagi anak. Oleh 
karena itu, setiap orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan agama 
bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih ketrampilan 
anak dalam melaksanakan ibadah. pendidikan agama menyangkut manusia 
seutuhnya.
Agar agama itu dalam tumbuh dalam jiwa 
anakk dan dapat dipahami nantinya, maka harus ditanamkan semenjak 
kelahiran bayi. Dengan demikian, ada metode-metode tertentu yang harus 
diterapkan dalam mengajarkan agam pada anak.
Adapun metode yang dimaksud adalah semua
 cara yang dilakukan dalam upaya mendidik. Mengajar adalah termasuk 
upaya mendidik metode mengajarkan agama pada anak (balita) telah banyak 
dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Diantaranya:
@ Memperdengarkan Azan dan Iqamat saat kelahiran anak
Sebagaimana Abu Da’ud Turmidzi, Ali Rafi
 Baihaqi dan Ibnu Suni meriwayatkan bahwa Nabi SAW mengajarkan agar azan
 ditelinga kanan dan qamat ditelinga kiri anak yang baru lahir.
Artinya:
Aku melihat Rasulullah saw mengumandangkan azan pada telinga al Hasan bin Ali, ketika Fatimah melahirkannya.
Adapun hikmah dari azan dan iqamat 
menurut Ibnu Qayyum al Jauziyah yaitu agar  supaya suara yang pertama 
kali didengar oleh anak adalah kalimat-kalimat seruan yang maha tinggi 
yang mengandung kebesaran Tuhan. Hikmah lainnya adalah larinya syaitan 
hingga ia lemah ketika pertama kali ingin mengikat atau mempengaruhinya.
 Azan tersebut juga mengandung makna agar dakwah Islam mendahului dakwah
 syaitan.
@ Metode hiwar atau percakapan 
Metode hiwar adalah metode percakapan 
akan tetapi dalam hal ini perlu dipahami bahwa objeknya adalah anak 
balita. Anak pada umumnya mulai pandai berbicara pada umur dua tahun. 
Meskipun pada dasarnya bayi yang berumur satu tahun pun sudah dapat 
diajak berinteraksi dengan bahasa isyarat. Oleh karena itu, dianjurkan 
ketika anak mulai pandai bercakap, diajarkan kata-kata yang baik dan 
benar, sebagai mana dalam suatu riwayat al-Hakim bahwa Rasulullah SAW 
bersabda:
Artinya:
Bacakanlah kepada anak-anakmu kalimat pertama dengan “lailahaillallah”  
Hikmanya agar kalimat tauhid dan syiar 
masuk ke pendengaran anak, dan kalimat pertamalah yang diucapkan 
lisannnya dan lafal pertama yang difahami anak.
Demikian metode percakapan ini terus diterapkan sampai anak pandai berbicara yang baik dan lebih logis dan seterusnya.
@ Metode Ketauladanan 
Metode ketauladanan adalah suatu cara 
mengajarkan agama  dengan mencontohkan langsung pada anak. Hal ini telah
 dilakukan sendiri oleh Rasulullah saw sebagaimana dalam firman Allah 
swt dalam QS. Al-Ahzab ayat 21.
Artinya
Sesungguhnya telah ada pada (diri) 
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang 
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak 
menyebut Allah
Metode ini dapat diterapkan pada anak 
usia 3-5 tahun, misalnya mencontohkan perbuatan shalat, mengaji, 
shadaqah, berbuat baik dan lain-lain.
@ Metode Pembiasan 
Metode pembiasan adalah sebuah cara yang
 dapat dilakukan untuk  membiasakan anak berfikir, bersikap dan 
bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Inti pembiasan sebenarnya pengalaman dan
 pengulangan seorang ibu membiasakan menyusui dengan ASI anaknya 
sebenarnya sudah menanamkan kebiasaan tentang cinta kasih. Demikian juga
 jika umur anak mencapai 1-2 tahun, anak paling sering memainkan mulut 
atau alat kelaminnya. Oleh karena itu seorang ibu harus membiasakan anak
 untuk  memberikan sesuatu yang tidak mencedrainya, misalnya memberikan 
makanan dengan memegangkan pada tangan kanan, mengalihkan tangannya bila
 memainkan alat kelaminnya. Apabila anak berusia 3-5 tahun dibiasakan 
makan bersama, berdoa, mencuci tangan, bangun pagi dan lain-lain.
@ Metode drill/Latihan 
Menurut Zuhaini metode dirill atau 
latihan adalah suatu metode dalam pengajaran dalam melatih anak terhadap
 bahan pelajaran yang telah diberikan. Untuk  usia anak yang masih 
balita yang berumur 2-5 tahun metode ini dapat diterapkan. Misalnya 
melatih berbahasa, melatih ketrampilan gerak dengan cara menggambar dan 
lain-lain.
@ Metode pemberian hadiah atau pujian 
Metode ini dapat diterapkan bagi anak 
berusia 3-5 tahun karena hal ini menarik. Apa lagi jika diberikan atas 
prestasi yang baik, anak akan semakin termotifasi. Misalnya anak bisa 
menyebutkan lima huruf hijriyah, atau menghafal suatu doa, maka dapat 
diberikan pujian atau hadiah berupa materi. Dengan demikian anak akan 
merasa dihargai atas keberhasilannya.
Metode Pengajaran Agama Pada Anak-anak 
Menurut Zakiyah Darajat dalam bukunya 
ilmu jiwa agama kategori umur anak-anak adalah usia sekolah dasar yang 
pada umumnya usia 6-12 tahun. Ketika anak usia seperti ini jiwanya telah
 membawa rasa bekal agama dan kepribadiannya, tetapi masih dalam 
lingkungan dasar.
Dengan demikian, pengajaran agama sangat
 penting untuk  ditanamkan dalam diri anak. Adapun beberapa metode yang 
dapat diterapkan dalam mendidik anak sesuai dengan perkembangan yang 
dapat diterapkan dalam mendidik anak sesuai dengan perkembangan anak 
tersebut, yaitu:
@ Metode keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan 
metode yang cukup efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara 
moral, spiritual dan sosial. Sebab seorang pendidik merupakan contoh 
ideal dalam pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan 
ditiru. Karenanya keteladanan merupakan salah satu faktor penentu baik 
buruknya anak didik. Dalam ayat Al-Qur’an banyak yang menjekaskan berapa
 pentingnya penggunaan keteladanan. Antara lain dalam firman Allah SWT. 
Surah Al-Ahzab: 21
Terjemahnya: 
Sesungguhnya telah ada pada (diri) 
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang 
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak 
menyebut Allah. 
Ayat di atas menjelaskan bahwa 
Rasulullah adalah contoh yang paling baik yang harus kita ikuti. Secara 
tersirat ayat ini juga memberikan isyarat bahwa keteladanan dalam 
kehidupan sehari-hari dalam memberikan pengajaran sangat efektif seperti
 yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
@ Metode Pembiasaan 
Yang dimaksud pembiasan adalah 
membiasakan cara-cara bertindak, dibaitkan dengan metode pembelajaran 
pada anak-anak, maka pembiasaan anak kepada hal-hal yang baik dalam 
belajar sopan santun dalam keluarga maupun dalam kehidupan sehari-hari.
@ Metode Nasehat
Al-Qur’an mensyariatkan dengan nasehat, sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu”.
Dengan metode ini pendidik dapat 
menanamkan pengaruh yang baik kedalam jiwa dengan cara memberikan 
nasehat yang dapat mengetuk hati atau relung jiwa sang anak. Bahkan 
dengan metode ini pendidik dapat mengarahkan peserta didik kepada 
kebaikan dan kemaslahatan, serta kemajuan masyarakat dan umat.
@ Metode Kisah 
Metode kisah mengandung arti suatu cara 
dalam menyampaikan materi pengajaran dengan menuturkan secara kronologis
 tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal yang baik, yang sebenarnya 
terjadi ataupun tekanan saja. Sebagaimana dalam firman Allah dalam surah
 Yusuf ayat 111:
Terjemahnya:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Dari ayat tersebut di atas dapat 
dipahami bahwa ada hikma yang terkandung dari kisah-kisah yang 
disampaikan oleh Allah SWT melalui firman-Nya. Bagi orang-orang yang mau
 berfikir dan menggunakan akal.
@ Metode Hukuman 
Muhammad Quthb mengatakan bahwa “bila 
teladan dan nasehat di metode lain tidak mampu menguba sikap anak, maka 
pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang disebut hukum 
(sifatnya mendidik)
Metode Pengajaran Agama Pada Remaja
Remaja adalah anak yang berada pada usia
 bukan anak-anak, tetapi juga belum dewasa. Periode remaja itu belum ada
 kata sepakat mengenai kapan dimulai dan berakhirnya. Ada yang 
berpendapat bahwa usia remaja itu antara 13-21, ada juga yang mengatakan
 antara 13-19 tahun. Remaja yang telah tamat atau telah putus sekolah 
hakikatnya membutuhkan dan berhak atas lapangan kerja yang wajar, sesuai
 dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2.
Telah diketahui bersama bahwa anak 
adalah asset terbesar bagi orang tua, anak adalah amanah Allah yang 
perlu didik. Oleh karena itu, agama harus ditanamkan pada diri mereka.
Dalam mengajarkan agama pada remaja 
diperlukan berbagai metode. Adapun metode yang digunakan untuk  
mengajarkan agama pada remaja telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW 
antara lain:
@ Metode keteladanan.
Ketelaudanan dalam pendidikan merupakan 
metode yang berpengaruh dalam aspek moral spiritual anak adalam remaja 
mengingat pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak. Metode ini
 dapat diterapkan pada usia remaja misalnya contohkan shalat, mengaji 
dan ibdah-ibada atau perbuatan baik lainnya.
@ Metode Demonstrasi 
Metode demonstrasi adalah cara mengajar 
dengan menggunakan peragaan atau memperlihatkan bagaimana berjalannya 
suatu proses tertentu kepada yang diajar.
Metode ini dapat digunakan untuk  
mengajarkan agama pada remaja, misalnya mendemonstrasikan langsung 
seperti; praktek shalat, wudhu, atau praktek penyelenggaraan shalat 
jenazah.
@ Metode pemberian tugas 
Termasuk metode pengajaran agama pada 
remaja yang cukup berhasil dalam membentuk  aqidah anak (remaja) dan 
mempersiapkannya baik secara moral, maupun emosional adalah pendidikan 
anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Karena 
nasehat memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak 
(remaja) akan hakikat sesuatu, mendorong untuk  menghiasi dirinya dengan
 akhlak yang mulia.
Adapun metode nasehat, dicontohkan oleh Luqmanul Hakim yang diabadikan dalam Al-Qur’an QS. Al Luqman ayat 13 dan 17.
Terjemahnya:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata 
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, 
janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan 
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.(13) Hai anakku, 
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan 
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap 
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal 
yang diwajibkan (oleh Allah). (17)
Menurut Abudinata bahwa nasehat ini 
cocok untuk  remaja karena dengan kalimat-kalimat yang baik dapat 
menentukan hati untuk  mengarahkannya kepada ide yang dikehendaki.
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa 
metode nasehat itu sasarannya adalah untuk  menimbulkan kesadaran pada 
orang yang dinasehati agar mau insaf melaksanakan ajaran yang digariskan
 atau diperintahkan kepadanya.
Pendekatan Pengajaran Agama dalam Lingkungan Keluarga 
Keluarga dalam pandangan antropologi 
adalah satu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai 
makhluk sosial yang memiliki tempat tinggal dan ditandai oleh kerjasama 
ekonomi, berkembang, mendidik, melindungi, merakyat, dan sebagainya, 
sedangkan inti keluarga adalah azab, ibu dan anak.
Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi rumah tangga masing-masing:
@ Pendidikan anak prenatal 
Dimulai sejak saat memilih pasangan 
hidup ini adalah masalah ilmiah. Sifat orang tua besar kemungkinan 
diturunkan kepada anaknya. Jadi jika orang tua tidak ingin sulit 
mendidik anak, maka pilihlah jodoh yang tidak nakal.
Suasana lahir batin seorang ibu yang 
sedang hamil dapat berpengaruh pada anak yang dikandungnya. Jadi, bila 
seorang ibu hamil hindarilah problem. Suasana yang buruk saat kehamilan 
akan dapat menyebabkan yang lahir sulit dididik.
@ Memperdengarkan azan dan iqamat saat kelahiran anak
@ Mendidik anak  dengan cara memberi nama yang baik 
Memberi nama yang baik terhadap anak 
juga mengundang suatu taqlin (pengajaran) tentang syariat Islam karena 
dengan pemberian nama yang baik itu diharapkan melekat sifat yang baik 
pula pada anak tersebut. Sebagaimana hadis Rasulullah saw yang 
diriwayatkan oleh Abu Daud
Artinya:
“Sesungguhnya pada hari kiamat nanti 
kalian kaan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama papa kalian. Oleh
 karena itu buatlah nama yang baik untuk  kalian.
@ Menyusui bayi (ASI)
Menyusui anak, tidak hanya bernilai 
dilihat dari segi kesehatan fisik, melainkan juga segi perkembangan 
kejiwaan, dan bernilai pendidikan.
@ Memilih teman bermain si anak untuk  membantu orang tua dalam memilih teman bermain anaknya ada tiga patokan:
- Pilih teman yang baik moralnya
 - Pilih teman yang cerdas (IQ-nya tinggi)
 - Pilih teman yang kuat aqidahnya.
 
@ Mengisi waktu luang anak-anak dengan kegiatan yang bermanfaat bagi perkembangannya.
@ Pembinaan dan mencontohkan 
Penanaman iman kepada anak-anak dapat 
dilakukan  dengan pembiasaan. Pembiasaan tidak memerlukan keterangan 
atau argument logis. Maksudnya biasakanlah anak-anak itu dan tidak perlu
 dijelaksan berulang-ulang mengapa harus begitu. Dengan demikian, 
pembiasaan itu datang dari kebiasaan itu sendiri.
Dan berilah contoh langsung tanpa banyak
 keterangan. Perhatikan bagaimana kehidupan beragama sehari-hari 
seperti; membaca basmalah dari setiap pekerjaan.
@ Hindari konflik ibu-bapak di depan anak 
Pertengkaran orang tua tidak baik 
dilihat dari segi pendidikan anak dalam keluarga. Pendidikan agama 
bukanlah sekedar pendidikan dan pengajaran, ternyata lebih luas mencakup
 suasana umum di rumah tangga.
@ Melaksanakan peribadatan dengan teratur
@ Orang tua menyeru anaknya ikut aktif dalam berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan.
Dari beberapa  metode tersebut semuanya 
bertujuan untuk  penanaman nilai keimanan dalam hati generasi pelanjut 
yaitu anak-anak sebagai salah satu bagian dari suatu keluarga.
Disnilah orang tua sebagai individu 
dewasa bertanggung jawab akan pendidikan keagamaan pada anaknya karena 
keluarga merupakan bagian kecil dari lembaga sosial yaitu masyarakat 
yang hidup berperadaban dan memiliki tata nilai baik itu hukum keagamaan
 maupun hukum kemasyarakatan.
Pendekatan Pengajaran Agama Dalam Lingkungan Masyarakat 
@ Pendekatan sosiologis 
Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari 
hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara 
manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologis mencoba mengerti sifat 
dan maksud hidup bersama. Cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya 
perserikatan hidup itu. Serta kepercayaannya, keyakinan yang memberi 
sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan 
hidup manusia.
Sosiologi adalah suatu ilmu yang 
menggambarkan keadaan tentang masyarakat lengkap dengan struktur  
lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. 
Dengan ilmu ini  suatu fenomena sosial dapat dianalisis dan 
faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan mobilitas sosial serta 
keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Selanjutnya sosiologis dapat digunakan 
sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat 
dimengerti, karena banyak kajian agama yang baru dapat dipahami secara 
proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dan ilmu 
sosiologis.
@ Pendekatan historis 
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu 
yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur 
tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilakukan dengan melihat kapan
 peristiwa itu terjadi, dimana apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam 
peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seseorang 
diajak menukik dan alam idelais kealam yang bersifat empiris dan 
mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan 
atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada
 di alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat 
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam 
situasi yang konkrit bahkan berkaitan dengan kondisi sosial 
kemasyarakatan.
@ Pendekatan kebudayaan 
Kebudayaan adalah hasil daya cipta 
manusia dengan menggunakan dan mengarahkan segenap potensi batin yang 
dimilikinya. Didalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, 
keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. Kesemuanya itu 
selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh 
seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang  dihadapinya. Dengan 
demikian, kebudayaan tempat sebagai pranata yang secara terus menerus 
dipelihara oleh para pembentuknya dari generasi selanjutnya yang 
diwarisi kebudayaan tersebut.
Kebudayaan yang demikian selanjutnya 
dapat pula digunakan untuk  memahami agama yang terdapat pada tataran 
empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di 
masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat di masyarakat tersebut 
diproses oleh penganut dari sumber agama.
Pertama Islam harus dipelajari dari 
sumber daya yang asli, yaitu Al-Qur’an dan al Sunnah Rasulullah. 
Kekeliruan memahami Islam, karena orang hanya mengarah dari sebagian 
ulama dan pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Al-Qur’an dan al 
Sunnah atau melalui pengenalan dari sumber kitab. Kata fiqh dan tasawuf 
yang semangatnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, 
mempelajari Islam dengan cara demikian cara menjadikan orang tersebut. 
Sebagai pemeluk Islam yang sinkretisme, hidup penuh kad’ah dan khurafat 
yakni telah bercampur dengan hal-hal yang tidak islami jauh dari ajaran 
Islam yang murni.
Kedua; Islam harus dipelajari secara 
integral, tidak dengan parsial, artinya ia dipelajari secara menyeluruh 
sebagai satu kesatuan yang bulat tidak sebagian saja, memahami Islam 
secara parsial akan membahayakan, menimbulkan skeptis, bimbang dan penuh
 keraguan.
Ketiga, Islam perlu dipelajari dari 
kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar karena zu’amma dan 
sarjana-sarjana Islam, karena pada umumnya mereka memiliki pemahaman  
Islam yang baik, yaitu pemahaman yang lahir dengan pengalaman yang indah
 dan praktek ibadah yang dilakukan setiap hari.
Keempat, Islam hendaknya dipelajari dari
 ketentuan normatif teologi yang ada dalam Al-Qur’an, baru kemudian 
dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris dan sosiologis yang ada 
di masyarakat. Dengan cara demikian dapat diketahui tingkat kesesuaian 
atau kesenjangan antara Islam yang berada dalam pada daratan normatif 
teologis yang ada dalam Al-Qur’an dengan Islam yang ada pada daratan 
historis, sosiologis, dan empiris dan sosiologis yang ada di masyarakat.
Hanya melalui penalaran kita misalnya 
membaca kitab fiqih, maka fiqih yang merupakan pelaksanaan dari nash 
Al-Qur’an maupun hadis sudah melibatkan unsur penalaran dan kemampuan 
manusia dengan demikian, agama menjadi membudaya atau membumi 
ditengah-tengah masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuknya yang 
demikian itu berkaitan, dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat 
tempat agama itu berkembang, dengan melalui pemahaman terhadap 
kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.
@ Pendekatan psikologi 
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu 
yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat 
diamati, menurut Zakiah Darajat perilaku seseorang yang tampak lahiriah 
terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.
Dalam ajaran agama banyak kita jumpai 
istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang misalnya sikap 
beriman dan bertakwa kepada Allah sebagai orang yang saleh, orang yang 
berbuat baik orang yang sadis sebagainya. Semuanya itu adalah 
gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain 
akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami seseorang juga
 dapat digunakan sebagai alat untuk  memasukkan agama ke dalam jiwa 
seseorang sesuai dengan tingkat usianya dengan ilmu ini agama akan 
menemukan cara yang tepat dan cocok untuk  menanamkannya.
Kita misalnya dapat mengetahui pengaruh 
dari shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah lainnya dengan melalui ilmu 
jiwa dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru 
yang lebih efisien lagi dalam menanamkan ajaran agama itulah sebabnya 
ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk  menjelaskan gejala 
atau sikap keagamaan seseorang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan 
- Metode pengajaran agama pada anak balita; mendengarkan azan dan iqamah saat kelahiran anak, metode hiwar, metode ketauladanan, metode pembiasaan, metode drill atau latihan, metode pemberian hadiah.
 - Metode pengajaran agama pada anak-anak yaitu ketaladanan, pembiasaan, nasehat, kisah, dan hukuman yang mendidik.
 - Metode pengajaran agama pada anak remaja yaitu keteladanan, demonstrasi, pemberian tugas.
 - Pendekatan pengajaran agama dalam lingkungan keluarga yaitu pendidikan anak pranatal, menyusui bayi, mendengarkan azan dan iqamah, memberi nama yang baik, mengisi waktu luang anak dengan yang bermanfaat, pembinaan dan mencotohkan, hindari konflik orang tua di depan anak. melaksanakan ibadah dengan teratur, menyerukan anak ikut berpartisipasi dalam keagamaan.
 - Pendekatan pengajaran agama dalam lingkungan masyarakat yaitu, sosiologis, historis, kebudayaan dan psikologis.
 
Saran 
Semoga bahan diatas dapat dijadikan sebagai referensi bagi para pendidik, orang tua dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. Sejarah dan Masyarakat Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987.
Arif, Armai.  Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Cet. I; Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Arif, Asm. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Darajat, Zakiah Ilmu Jiwa Belajar Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Jakarta: Mekar Surabaya, 2002
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Shadily, Hasan Sosiologi untuk  Masyarakat Indonesia Jakarta: Bina Aksara, 1983.
Tafsir,   Ahmad Pendidikan Agama dalam Keluarga, Cet. III; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000.
Tafsir, Ahmad.  Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Cet. 7; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Tafsir, Ahmad.  Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet. 10; Bandung: Rosdakarya, 2007.
Ulwan, Abdullah Nashih. Pendidikan Anak dalam Islam  Cet. I; Jakarta: Pustaka Amani, 2007.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Cet. 7; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 131.
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam  (Cet. I; Jakarta: Pustaka Amani, 2007), h. 64.
Ibid., h. 65-66.
Ahmad Tafsir, op.cit., h. 136.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Mekar Surabaya, 2002), h.
Armai Arif, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Cet. I; Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 110.
Ahmad Tafsir,  Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Cet. 10; Bandung: Rosdakarya, 2007), h. 140.
Departemen Agama RI, op.cit., h.
 Departemen Agama RI, op.cit., h.
Departemen Agama RI, op.cit., h.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 98.
Asm Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 190
Abdullah Nashi Ulwan,  op.cit., h. 209.
Departemen Agama RI, op.cit., h.
Abudin Nata,   op.cit., 98.
Abid., h. 99.
Ahmad Tafsir,  Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Cet. III; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 10.
Abdullah Nashih Ulwan, op.cit., h. 73.
Ibid., h. 138
Ibid., h. 140
bid., h. 139.
Hasan Shadily, Sosiologi untuk  Masyarakat Indonesia (Jakarta: Bina Aksara, 1983), h. 1
Taufik Abdullah, Sejarah dan Masyarakat (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), h. 105 .
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Belajar (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 76.
0 komentar:
Posting Komentar