PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, hal ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat yang berbunyi :
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, . . .
Dan Undang-Undang Dasar pasal 31 ayat 1 yang berbunyi "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan".
Kini, pendidikan berlangsung dalam tiga jalur yakni pendidikan formal, non formal dan pendidikan informal (UU SISDIKNAS pasal 13,14, dan 15 ayat 1). Pendidikan wajib pun tidak hanya sembilan tahun, tetapi pemerintah pun menganjurkan untuk melangsungkan pendidikan mulai dari usia 0-6 tahun yang dikenal dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Menurut UU No. 20 tahun 2003 :
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan anak untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, 2002)
Seperti halnya pendidikan SD, SLTP dan SMU. Pendidikan anak usia dini pun dilaksanakan melalui tiga jalur. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) formal yaitu pendidikan yang diselenggarakan di Taman Kanak-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) non formal yaitu pendidikan yang diselenggarakan di Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KOBER/ KB), Play Group (PG), Pos PAUD yang intergrasi dengan posyandu, Satuan PAUD Sejenis (SPS) dan lain-lain (UU SISDIKNAS No. 20 Th. 2003 pasal 28 ayat 4). Sedangkan, pendidikan informal yaitu pendidikan yang dilakukan orang tua di rumah, home schooling pun termasuk di dalamnya.
Pembelajaran dalam pendidikan anak usia dini dilakukan dengan cara bermain sambil belajar. Pembelajaran dikemas sedemikian rupa agar dapat memberikan suasana yang menyenangkan, memuaskan dan membekas. Dalam hal ini guru merancang pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan stimulasi dan membantu mengembangkan potensi seoptimal mungkin. Karena pada usia ini menurut para ahli menyebutnya masa keemasan (golden age). Hal ini sesuai dengan pendapat Surya (1985 : 51) masa yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena merupakan awal bagi anak mengenal sekolah, mulai berkelompok, masa menjelajah, bertanya, meniru, kreatif dan usia bermain.
Berdasarkan jenisnya, bermain dapat dibedakan menjadi bermain sensori, bermain simbolik dan bermain pembangunan. Bermain sensori yaitu kegiatan bermain yang melibatkan alat sensori yakni panca indera; penciuman, perabaan, perasa, penglihatan dan pendengaran. Bermain simbolik yaitu kegiatan bermain pura-pura sebagai peniruan peran atau tokoh-tokoh yang dekat dengan kehidupan anak, karena anak usia dini berada pada tahapan simbolik atau berpura-pura. Sedangkan bermain pembangunan yaitu kegiatan bermain yang mengembangkan kemampuan kognitif anak dalam membangun pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru seperti dalam kegiatan membangun lego dan bermain balok. Bermain dapat dilakukan di mana saja, baik di dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor). Adapun pembelajaran yang mendukung bermain di luar ruangan (outdoor) yaitu pembelajaran di alam (outdoor education) yang dilakukan melalui permainan outbound.
Outbound merupakan kegiatan bermain bagi anak di alam terbuka yang dapat mendukung tiga jenis main (sensori, simbolik, dan pembangunan) dan dapat mengembangakan keterampilan sosial serta mengasah kecerdasan majemuk anak. Outbound ini penggunaannya dinilai memberikan konstribusi positif terhadap kesuksesan belajar (Ancok, 2002 : 2). Awalnya outbound ini dilakukan oleh orang Yunani kuno dan secara sistematis pendidikan melalui outbound dimulai di Inggris dengan membangun pendidikan berdasarkan petualangan (adventured based education) yang kemudian outbound ini dibangun di berbagai negara.
Outbound menggunakan pendekatan belajar melalui pengalaman (experiential learning), karena pengalaman langsung terhadap sebuah kejadian membuat anak dengan mudah menyerap pengetahuan yang ia alami sendiri. Sama halnya dengan Solehuddin (2000 : 47) "Pemahaman anak terhadap suatu konsep hampir sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman yang bersifat langsung (hands on experience)". Dengan pendekatan bermain seperti ini, maka dapat menggugah emosional anak, anak dapat merasakan senang, takut, sukses (berhasil), atau gagal saat bermain, karena anak terlibat langsung secara aktif dalam mengembangkan aspek moral, dan nilai agama, bahasa, sosial emosi, fisik, kognitif, seni juga kecerdasan yang dimiliki anak.
Sebagai contoh dalam permainan outbound terdapat jenis permainan jembatan dua utas tali (Twoline Bridge) yang mengembangkan aspek moral agama yaitu berdoa saat mengawali dan mengakhiri kegiatan, aspek sosial emosi yaitu melatih kesabaran selama menyelesaikan penyebrangan, aspek kognitif yaitu melatih konsentrasi dalam melakukan pekerjaan dan aspek fisik yaitu melatih keseimbangan.
Pada dasarnya, pembelajaran outbound ini bertujuan untuk mengatasi anak-anak yang mengalami kesulitan dalam hubungan sosial, meningkatkan konsep diri anak-anak, mengembangkan kemampuan dan gagasan kreatif, tertantang untuk berperan aktif dengan memberanikan diri, terutama mengembangkan aspek motorik kasar anak.
Dari uraian di atas, maka pembelajaran outbound merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kecerdasan anak terutama kecerdasan kinestetik atau kecerdasan dalam berolah tubuh. Sebagai mana yang dianjurkan Rasulullah SAW dalam hadits 'ajarilah anak-anakmu berenang, memanah dan berkuda'. Selain itu, pada masa usia dini perkembangan yang cukup pesat adalah perkembangan fisik. Hal ini senada dengan arti kecerdasan kinestetik yang diungkapkan Jamaris (2003 : 33) yaitu :
Kecerdasan jamak yang berkaitan dengan kepekaan dan keterampilan dalam mengontrol koordinasi gerakan tubuh melalui gerakan motorik kasar dan halus. Dalam hal ini, termasuk keterampilan khusus seperti koordinasi, keseimbangan, kekuatan, fleksibilitas dan kecepatan.
Fakta di lapangan atau dalam pembelajaran guru sering kali mendapat kesulitan dalam mengatasi anak dengan gaya belajar yang beragam. Gaya belajar setiap anak berbeda-beda, ada yang belajar dengan media visual (gambar), audio (pendengaran) dan kinestetik (gerak tubuh). Biasanya, anak dengan gaya belajar kinestetik kerap sekali dicap sebagai anak yang tidak bisa fokus memperhatikan atau anak yang aktif oleh gurunya. Namun demikian, hal ini bukanlah sebuah masalah yang rumit. Melalui pembelajaran outbound, anak yang memiliki gaya belajar kinestetik akan terstimulasi kemampuan dan kecerdasannya terutama kecerdasan kinestetiknya. Karena pada dasarnya, anak dengan gaya belajar kinestetik ia memiliki kelebihan dalam gerak dan berlebih energinya, sehingga saat belajar ia membutuhkan ruang yang cukup luas, dan permainan yang menantang.
Lembaga PAUD X memiliki keunikan tersendiri dalam melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. Guru memfasilitasi anak-anak untuk bereksplorasi, bermain sambil belajar di alam terbuka, memupuk rasa cinta terhadap alam yang di amanahkan Allah SWT Yang Maha Pencipta, dan mengembangkan semua aspek serta kecerdasan anak melalui permainan-permainan menantang yang dikemas dalam permainan outbound.
Dari uraian di atas, maka penulis ingin meneliti bagaimana pengembangan kecerdasan kinestetik anak usia dini melalui permainan outbound Di PAUD X.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengembangan kecerdasan kinestetik anak usia dini melalui permainan outbound di PAUD X.
Agar lebih fokus, maka penelitian ini dibatasi pada pertanyaan-pertanyaan di bawah ini :
1. Bagaimana aktiftas pembelajaran melalui permainan outbound di PAUD X?
2. Bagaimana peran guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui permainan outbound di PAUD X?
3. Bagaimana hasil belajar anak dalam aspek kecerdasan kinestetik melalui permainan outbound di PAUD X?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menggambarkan proses pengembangan kecerdasan kinestetik anak usia dini melalui permainan outbound di PAUD X
Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memperoleh gambaran, informasi dan data-data tentang aktifitas pembelajaran melalui permainan outbound di PAUD X
2. Memperoleh gambaran, informasi dan data-data tentang peran guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui permainan outbound di PAUD X
3. Memperoleh gambaran dan informasi hasil belajar anak dalam aspek kecerdasan kinestetik melalui permainan outbound di PAUD X
D. Asumsi
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penilitian tentang pengembangan kecerdasan kinestetik anak usia dini melalui permainan outbound di PAUD X berasumsi pada :
1. Usia 0-6 tahun merupakan masa keemasan yang menentukan kehidupan individu selanjutnya, sehingga pendidikan di masa ini sangat dibutuhkan guna memberikan stimulasi dan meningkatkan kemampuan yang optimal. Selayaknya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mendapat perhatian yang serius.
2. Pembelajaran anak usia dini dilakukan dengan cara bermain sambil belajar, sehingga dalam pemberian stimulasi hendaknya guru melakukan aktivitas pembelajaran ini dengan cara bermain yang dapat menimbulkan rasa senang, memuaskan dan membekas. Guru memperhatikan pula kebutuhan anak dan gaya belajar anak.
3. Hasil belajar anak dalam aspek kecerdasan kinestetik melalui permainan outbound merupakan pembelajaran yang menyenangkan dengan pendekatan belajar melalui pengalaman (experiantial learning) dan berdasarkan petualangan. Anak belajar melalui pratik langsung dan pengetahuan dibangun berdasarkan kejadian yang dialami sendiri. Tujuan dari pembelajaran outbound adalah sebagai upaya dalam mengembangkan kecerdasan kinestetik anak.
4. Dalam pembelajaran guru mengalami kesulitan untuk menentukan kegiatan yang sesuai dengan gaya belajar anak terutama gaya belajar kinestetik yang menunjukan bahwa anak tersebut memiliki kecerdasan kinestetik atau kemampuan dalam berolah tubuh.
5. Anak sebaiknya diperkenalkan dengan lingkungan alam sekitar sejak dini.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non eksperimen dengan pendekatan studi kasus yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengembangan kecerdasan kinestetik anak usia dini melalui permainan outbound di PAUD X secara terperinci dan mendalam didasarkan pada pengertian studi kasus adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi lembaga atau gejala tertentu. (Arikunto, 1990 : 3).
Alat pengurupul data adalah peneliti sendiri, sedangkan instrumen pembantu atau teknik yang digunakan untuk menjaring data yaitu wawancara mendalam, observasi, studi dokumentasi dan studi literatur.
F. Lokasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) X karena PAUD X melakukan proses pembelajaran untuk peserta didiknya melalui permainan outbound. Penelitian ini difokuskan pada proses pembelajaran outbound atau pembelajaran di alam terbuka yang dilakukan oleh guru sebagai fasilitator terhadap peserta didiknya yaitu anak usia dini yang berusia 4-6 tahun yang berjumlah 4 (empat) orang.
0 komentar:
Posting Komentar