Karena penyair selalu terpukau pada
keindahan, dibuatnya puisi seakan mampu melanggengkan kembang, seakan mampu
menjadikannya tembang. Tetapi senja tak pernah ragu pada malam, diserahkannya
rembang. Malam yang lembut dan datang perlahan, menyelimuti senja dengan
bintang bintang.
Bila gerimis turun menjelang,
penyair dan langit berebut menciptakan bianglala. Penyair mengabadikannya dalam
bait, tetapi langit adalah khazanah. Selalu menjadi guru ketika penyair
kehilangan arah, ia menengadah, berharap langit penuh tanda. Sebab di setiap
keindahan, ada peta menuju kata.
Aku bukan penyair, apalagi langit
senja. Tak kumiliki kata apalagi cahaya, tapi dengan cinta yang
ada, kuciptakan di dadamu matahari yang indah.
0 komentar:
Posting Komentar