Metode apa yang
paling tepat untuk diterapkan dalam suatu proses pembelajaran ? Hal itu jelas
harus dikuasai oleh guru. Lebih jelasnya adalah bahwa dalam Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) guru harus mampu menguasai berbagai metode yang paling tepat
sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan.
Penguasaan
terhadap metode, alat / media dan teknik pembelajaran ini harus diterapkan dan
tercermin dalam program pembelajaran. Jadi pada intinya proses pembelajaran
harus bervariatif, metode yang digunakan tidak monoton, sehingga potensi yang
ada pada masing-masing anak dapat dikembangkan secara optimal.
Berbagai
tuntutan di atas akan dapat terlaksana dengan baik apabila guru yang
bersangkutan memiliki kemampuan professional, artinya baik dalam motivasi untuk
mengajar maupun kemampuan secara teknis instruksional, guru tersebut
benar-benar dapat diandalkan. Salah satu bentuk profesionalitas seorang guru
adalah jika yang bersangkutan mampu menerapkan metode mengajar yang baik, salah
satunya adalah metode diskusi dalam pembelajaran.
Secara lebih
terperinci langkah-langkah yang harus ditempuh guru dalam mempersiapkan
penerapan metode tersebut, antara lain:
a.
Para siswa dengan bimbingan guru
mempersiapkan alat atau sarana untuk melaksanakan diskusi.
b.
Salah satu teknik penerapan diskusi
adalah dengan cara “panel”. Ditunjuk beberapa anak untuk menjadi panelis,
memperagakan proses tukar pendapat di depan sehingga anak-anak lain menyaksikan
dan terpancing untuk mengemukakan pendapat mereka. dan seterusnya.
c.
Untuk lebih meningkatkan semangat
para siswa, topic yang didiskusikan bisa saja ditentukan dengan cara diundi.
Sebelum tampil para siswa yang memilih pertanyaan dalam kotak yang sama diminta
berdiskusi sesama temannya. Walaupun demikian saat tampil di depan merupakan
tanggung jawab masing-masing secara individual. Kita perhatikan gambar berikut:
d. Pada akhir pertemuan guru dibantu para siswa memberi
kesimpulan atas jawaban berbagai pertanyaan yang ada. Pada intinya kesimpulan
juga mengakomodasi jawaban-jawaban dari siswa yang dianggap benar.
Nampak dalam proses diskusi bukan hanya factor kecerdasan anak yang dapat
mempengaruhi anak dalam berbicara. Tidak kalah pentingnya adalah faktor mental
anak (keberanian) anak dalam mengemukakan pendapatnya. Tepatnya adalah faktor
kejiwaan si anak. Kejiwaan ini banyak mempengaruhi anak untuk berani bergaul,
berani mengemukakan pendapat, berani menyanggah pendapat orang lain, dan juga
berani mengakui kebenaran pendapat orang lain jika memang benar.
Proses diskusi memang tidak lepas dari kebiasaan bergaul dengan sesama
orang lain, anak yang biasa bergaul akan memiliki kepercayaan diri, karena itu
guru hendaknya membentuk suasana sedemikian rupa agar anak tidak
canggung-canggung bergaul dengan sesamanya.
Persoalan kejiwaan anak memang merupakan persoalan yang prinsip, sebab
masa kanak-kanak di dalam konteks psikologis merupakan masa yang penuh
kepekaan. Keberhasilan mereka dalam mengatasi masalah psikologis akan membawa
dampak besar di masa remaja dan masa dewasanya kelak.
Kita sering melihat kenyataan bahwa seorang anak dapat menjadi baik atau
buruk di masa depannya salah satunya adalah karena pengaruh kuat dari kondisi
psikologisnya ketika mereka masih kecil. Dunia anak dengan berbagai tingkah
polahnya memang menyimpan banyak keunikan.
Perlunya Hubungan yang harmonis antara Guru dan Siswa
Anak-anak memang unik, lucu, dan tentu saja menarik untuk disimak.
Berbagai fenomena dapat kita amati dari pergaulan antar teman di sekolah (peer
group). Tidak terlepas dari persoalan kejiwaan itu adalah masalah sosial, atau
konkritnya adalah hubungan/pergaulan antar anak baik di lingkungannya.
Hubungan harmonis antar teman atau sebaliknya hubungan yang tidak
harmonis antar teman, dapat pula membawa dampak psikososial di masa remaja dan
dewasanya kelak. Jadi antara persoalan psikologis dan persoalan soaial dalam
arti pergaulan antar teman di masa anak-anak ini saling terkait. Di samping itu
faktor kejiwaan yang mungkin merupakan pembawaan (heriditas) dapat pula
berpengaruh besar terhadap kelancaran hubungan sosial anak.
Pada sisi lain harmonis tidaknya hubungan antar teman bisa pula
menimbulkan persoalan psikologis pada diri anak. Persoalan psikososial yang
dialami anak pada gilirannya juga akan menjadi persoalan pendidikan pula.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi apakah seorang anak diterima atau
disingkirkan dari pergaulan antar teman, salah satu di antaranya adalah faktor
uang jajan sekolah.
Ada dua sisi yang saling silih berganti ibarat dua sisi mata uang yang
saling bergantian. Dua sisi kondisi yang dimaksud sebagai akibat banyak
sedikitnya uang jajan, misalnya suatu saat seorang anak tersingkir dari
pergaulan teman-temannya. Tetapi di saat lain dapat saja dia menjadi tokoh di
antara mereka. Dua sisi kondisi yang demikian selalu silih berganti dialami
oleh seorang anak.
Oleh karena itu pengaruh kejelian orang tua dalam mengamati seharusnya
anak diberi uang jajan berapa, hal itu merupakan sesuatu yang bijaksana. Namun
juga dibutuhkan hubungan yang baik dengan para guru di sekolah, agar
pelaksanaan pendidikan dapat berjalan secara lebih baik.
Dengan komitmen
terhadap tugasnya, guru-guru senantiasa selalu berusaha mengasah diri untuk
mengembangkan kemampuan professional secara optimal, baik dalam penguasaan :
kurikulum, materi pelajaran, penggunaan metode pembelajaran, pemilihan dan
penggunaan alat / media belajar secara tepat dan penerapan alat evaluasi secara
tepat pula.
Kegiatan
belajar sesuai dengan bentuk belajar ketrampilan, menekankan pada proses
latihan. Tahapan latihan ini dimulai dengan pencapaian hasil belajar kognitif,
baik berupa konsep dan prinsip. Selanjutnya, dilakukan latihan menyesuaikan
gerakan dengan aturan-aturan tertentu, dan melalui latihan lebih lanjut, diberi
kebebasan untuk mengembangkan kemampuan sampai mencapai kemampuan atau
ketrampilan yang berbentuk pola-pola respon.
Praktek
pengajaran dengan pendekatan keaktifan Guru-Siswa menuntut upaya guru dalam
merancang berbagai bentuk kegiatan belajar yang memungkinkan terjadinya proses
belajar aktif pada diri siswa. Rancangan itu merupakan acuan dan panduan, baik
bagi guru itu sendiri, maupun bagi siswa. Kadar keaktifan dalam pengajaran
dengan pendekatan keaktifan Guru-Siswa tercermin dalam kegiatan baik dilakukan
guru, maupun siswa.
Harus ada
kriteria
Tolok ukur
derajat keaktifanan suatu proses pengajaran dapat dipandu dengan mengamati ciri
sebagai berikut :
a. Para
siswa terlibat aktif dalam merencanakan kegiatan yang akan dilakukan serta
dalam menentukan tolok ukur keberhasilan belajar.
b. Segi
intelektual-emosional siswa ikut aktif dalam berbagai kegiatan yang ditandai
kesertaannya dalam keanekaragaman kegiatan, baik secara jasmaniah maupun secara
mental.
c. Guru
berupaya memberikan kemudahan belajar dan mengkoordinasi kegiatan siswa, namun
sedapat-mungkin tidak ada kesan besarnya dominasi guru dalam proses nelajar
mengajar.
d. Adanya
keanekaragaman penggunaan metode mengajar serta penggunaan media dan alat
pelajaran.
Apabila kita
perhatikan criteria keaktifan siswa di atas nampak bahwa sebenarnya baik metode
diskusi maupun demonstrasi memiliki kemiripan. Demikian pula dengan metode
eksperimen. Ketiganya sangat menuntut keaktifan siswa, hanya bedanya materi apa
yang cocok untuk diangkat berbeda.
Pelaksanaan
demonstrasi sering kali diikuti dengan eksperimen yaitu percobaan tentang
sesuatu. Dalam hal ini, setiap siswa melakukan percobaan dan bekerja
sendiri-sendiri. Pelaksanaan eksperimen lebih memperjelas hasil belajar. Karena
setiap siswa mengalami atau melakukan kegiatan percobaan. Sebagaimana
dikemukakan terdahulu, proses belajar semacam ini sesuai dengan konsep belajar
sambil melakukan (learning by doing).
Perbedaan utama
antara demonstrasi dan eksperimen, terletak pada pelaksanaan. Demonstrasi hanya
mempertunjukkan sesuatu proses di depan kelas, sedangkan eksperimen memberi
kesempatan kepada siswa melakukan percobaan sendiri tentang proses yang
dimaksud.
Jadi metode ini
mempunyai kadar keaktifan cukup tinggi dibandingkan dengan demonsrasi.
Demonstrasi itu sendiri bila dirangkaikan dengan eksperimen dapat mempertinggi
efektifitas pengajaran yang dilaksanakan.
Sebenarnya metode apa yang paling cocok dalam suatu proses
pembelajaran, bukanlah menjadi persoalan. Sebab penerapan metode juga harus
disesuaikan dengan kondisi siswa.
Meskipun sebagian besar guru tidak melihat hubungan antara
metode dengan basis sosial. Mereka melupakan hubungan cara berpikir dengan
basis sosial. Metode sebagai hasil dari cara berpikir dan cara berpikir
merupakan hasil jawaban manusia atas berbagai tantangan yang dihadapi dalam
alam sekitar.
Dengan adanya pendapat itu, nampaklah bagaimana pentingnya
hubungan antara cara berpikir yang dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk
diciptakannya metode, dengan kondisi sosial yang ada dalam suatu lingkungan
masyarakat. Dan dalam proses pendekatan ini peranan dunia pendidikan sangat
dibutuhkan.
Di samping itu
penerapan multi metode dan media dalam proses pembelajaran menuntut variatifnya
pula penerapan penilaian. Artinya bahwa penilaian tidak hanya sekedar mengukur
hasil yang diperoleh, melainkan juga bagaimana mengukur keikutsertaan siswa
dalam proses pembeajaran itu. Termasuk misalnya latihan penerapan sopan santun,
perilaku, diskusi, penerapan pendekatan fragmentis, dan semacamnya.
Dari uraian dan
contoh di atas dapat disimpulkan, bahwa:
1) Setiap
proses belajar yang dilaksanakan dengan penuh perhatian terhadap pelajaran maka
hasilnya akan lebih baik.
2) Upaya
guru menumbuhkan dan meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain :
a) Mengaitkan
pelajaran dengan pengalaman, kebutuhan, cita-cita, bakat, atau minat siswa.
b) Menciptakan
situasi pembelajaran yang tidak monoton. Umpamanya: penggunaan metode mengajar
yang bervariasi, penggunaan media, tempat belajar tidak terpaku hanya di dalam
kelas saja.
Guru perlu pula
mengemukakan, upaya-upaya apa yang harus dia lakukan untuk :
1) Menarik
perhatian siswa dengan cara mengaitkan pelajaran tersebut dengan diri siswa
(umpamanya dengan pengalaman mereka)
2) Menarik
perhatian siswa dengan cara menciptakan situasi pembelajaran yang bervariasi
(umpamanya dalam penggunaan metode mengajar)
Seperti telah
dibahas di depan, bahwa belajar itu sendiri adalah aktivitas, yaitu aktivitas
mental dan emosional. Bila ada siswa yang duduk di Kelas pada saat pelajaran
berlangsung, akan tetapi mental emosionalnya tidak terlibat aktif di dalam
situasi pembelajaran itu, pada hakikatnya siswa tersebut tidak ikut belajar.
Oleh karena itu guru jangan
sekali-kali membiarkan ada siswa yang tidak ikut aktif belajar. Lebih jauh dari
sekedar mengaktifkan siswa belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar
aktivitas belajar tersebut.****
0 komentar:
Posting Komentar